terumbu karang jakartaKawasan diperairan bagian Utara Jakarta terdapat pulau-pulau kecil yang dikenal dengan Kepulauan Seribu yang menyimpan banyak kekayaan sumberdaya terumbu karang, dan tidak sedikit masyarakat yang bergantung hidupnya pada sumberdaya terumbu karang tersebut.


Kawasan Kepulauan Seribu mengalami tekanan yang besar karena kedekatannya dengan Ibu Kota Jakarta membuat ancaman semakin kompleks. Ancaman tersebut mulai dari polusi, perikanan berlebih yang merusak sampai perubahan fungsi habitat.



Untuk mengatasi masalah tersebut sebuah pengamatan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu dilakukan setiap dua tahun sekali. Pengamatan yang dimulai tahun 2003 ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan kondisi ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu yang berguna sebagai landasan pemikiran konservasi terumbu karang serta pemanfaatan sumber daya secara lestari. Laporan ini merupakan hasil analisa pengamatan struktur komunitas beberapa kelompok biota untuk tahun 2007. Selain itu, dalam pembahasannya, laporan ini juga akan menganalisa tren perubahan struktur komunitas yang terjadi dari tahun 2003, 2005 ke 2007.


Dalam buku ini dibahas pula mengenai kualitas air, persen penutupan karang keras, komunitas karang keras, komunitas octocorallia, komunitas makrobenthos non karang, komunitas ikan karang, dan komunitas lamun. Persen penutupan karang keras di Kepulauan Seribu mengalami fluktuasi yaitu 33,1% (2003), 34,2% (2005), dan 31,7 (2007). Data tersebut diambil melalui monitoring yang dilakukan oleh Yayasan TERANGI yang dibantu oleh Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Sudin Perikanan Kepulauan Seribu. Buku ini sangat berguna bagi para peneliti dan pemerintah terkait, karena dengan buku ini dapat mengetahui kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu. Buku ini memiliki data yang dapat dipertanggung jawabkan karena data yang diperoleh berasal dari pengamatan secara berkala oleh Yayasan TERANGI.


Kekayaan jenis makrobentos non-karang di Kepulauan Seribu sebesar 115 jenis pada tahun 2005 dan 129 jenis pada tahun 2007. Sedangkan kelimpahan makrobentos non karang cenderung mengalami penurunan dari tahun 2005 (5.092.987 ind/ha) ke tahun 2007 (887.803 ind/ha), hal ini dipengaruhi oleh penurunan kelimpahan Zoantharia. Biota yang paling melimpah adalah Zoantharia dengan kelimpahan relatif  mencapai 97% pada 2005 dan 93% pada 2007. Jenis-jenis yang dominan merupakan jenis-jenis invasif.


Dari penelitian Octocorallia di perairan Kepulauan Seribu ditemukan sebanyak 29 marga dalam 14 suku, kolompok terbesar suku yang ditemukan berdasarkan urutan adalah Briareidae (52,5%), Clavulaiidae (34,2%), Alcyoniidae (6,3%), Xeniidae (2,8%), Nephteidae (1,7%) dan suku lainnya (2,4%). Kondisi perairan Kepulauan Seribu mendukung perkembangan Octocorallia khususnya untuk marga-marga yang bisa hidup di kondisi perairan yang keruh.

Untuk komunitas lamun, rerata persen penutupan lamun di Kepulauan Seribu adalah 25.0%. Thalasia hemprichii memiliki persen penutupan tertinggi bila dibandingkan dengan jenis lainnya dikarenakan jenis ini mampu hidup dihabitat manapun yang memiliki kondisi yang sesuai. Halophila minor memiliki persen penutupan yang terendah.
Kelimpahan ikan karang pada tahun 2003, 2005, dan 2007 adalah sebanyak 37.649 ind/ha, 45.489 ind/ha, dan 32.603 ind/ha. Pengelolaan wilayah berdasarkan zonasi memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan pada  struktur komunitas ikan karang di zona TNKpS. Terlihat bahwa struktur komunitas ikan karang di zona non TNKpS cenderung lebih buruk daripada zona-zona di dalam TNKpS. Struktur komunitas di zona pemanfaatan wisata justru yang paling baik, bukan zona inti yang seharusnya menjadi yang paling baik kondisinya jika dilihat fungsi dan peruntukannya. Kondisi zona inti yang lebih buruk dengan zona pemanfaatan wisata tentunya bisa dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan wilayah TNKpS.

  Klik disini untuk mengunduh publikasi