Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu daerah penghasil timah terbesar di dunia. Pemerintah Daerah Bangka Belitung, dengan kewenangan otonomi yang dimiliki mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2001 tentang pertambangan umum, membuka kesempatan bagi masyarakat Bangka mengeksploitasi timah ini secara bebas. Dampak kebijakan tersebut menyebabkan tambang inkonvensional semakin marak. Dampak kerusakan ekosistem akibat pertambangan timah Bangka Belitung berupa kolam-kolam bekas tambang, hilangnya keanekaragaman hayati, dan berkurangnya vegetasi. Setelah daratan penuh lubang tambang, maka terjadi pembukaan lahan tambang timah di daerah pesisir, dan lahan tambang telah merambah ke kawasan hutan mangrove dan hutan pantai. Hilangnya hutan mangrove dan hutan pantai berkontribusi secara tidak proporsional dengan emisi karbon, hilangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kerentanan penduduk pantai.
Oleh sebab itu, Yayasan TERANGI mengusulkan untuk mengembangkan Belitung mangrove park (BMP), yang merupakan strategi rehabilitasi hutan mangrove dengan memanfaatkan lahan bekas tambang di Desa Juru Sebrang, Kabupaten Belitung, dalam mengurangi dampak perubahan iklim kepada ekosistem dan masyarakat pesisir. BMP berbentuk taman wisata mangrove yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai destinasi ekowisata, pendidikan, sumber matapencaharian (pelaku wisata dan budidaya) dan sekuestrasi karbon di masa depan. BMP akan mendukung upaya konservasi di KKPD Belitung dan taman hutan raya. HKM Juru Sebrang terletak di Kabupaten Belitung, Pulau Belitung. Secara geografis, kawasan tersebut terletak di 2,763455°LS dan 107.606039°BT. Peta lokasi kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1. Biaya yang dikeluarkan untuk program ini adalah Rp.2.000.000.000,- untuk periode 18 bulan.
Tujuan dari program ini adalah mengurangi dampak perubahan iklim kepada ekosistem dan masyarakat Desa Juru Sebrang melalui rehabilitasi mangrove, penyediaan mata pencaharian, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah survei awal untuk pemetaan lokasi dan penentuan garis dasar estimasi karbon di HKM Desa Juru Sebrang. Untuk pemetaan dan mengetahui kondisi status ekosistem mangrove maka dilakukan analisis vegetasi berdasarkan SNI 7717:2011 tentang Survei dan pemetaan mangrove. Untuk mengetahui garis dasar cadangan karbon, metode yang digunakan sesuai dengan SNI 7724:2011 tentang Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon – Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting).
Rehabilitasi dilakukan pada kawasan Hutan Kemasyarakatan Desa Juru Sebrang, yang berdekatan dengan KKPD Belitung. Masyarakat dilatih untuk melakukan rehabilitasi mangrove dan hutan pantai. Kawasan HKM kemudian dibuat petak-petak untuk rehabilitasi sesuai hasil pemetaan lokasi dan status ekosistem mangrove, dengan bibit pohon yang diambil dari kawasan sekitar yang disemai terlebih dahulu. Bibit mangrove dan hutan pantai yang digunakan antara lain: Rhizophora spp., Bruguiera spp., Terminalia catappa, Casuarina equisetifolia, dan lain sebagainya. Tumbuhan yang dipilih adalah tumbuhan yang cepat membangun ekosistem sehingga dapat segera menjadi habitat berbagai makhluk hidup lainnya. Masyarakat dilatih untuk mengelola ekowisata dan konservasi, melalui serangkaian pelatihan, seperti pemantauan ekosistem pesisir, ekowisata, pengelolaan keuangan usaha kecil, diversifikasi produk wisata, dan perencanaan kawasan konservasi. Masyarakat yang telah mampu mengelola ekowisata akan difasilitasi dalam pengembangan fasilitas wisata di dalam BMP. Fasilitas yang akan dikembangkan meliputi pusat informasi ekowisata dan perubahan iklim, trek mangrove, menara pengamatan burung, papan informasi, serta fasilitas kebersihan.