- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Kategori: Aktivitas
- Dilihat: 2869
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem penopang kehidupan berbagai biota laut seperti ikan, kerang, moluska dan berbagai biota lainnya. Terumbu karang memiliki berbaga iperanan yang sangat penting dalam lingkungan pesisir, baik ditinjau dari segi biologi dan ekologi. Namun keberadaanya saat ini rentan terhadap berbagai ancaman kerusakan baik oleh alam maupun oleh manusia. Untuk itu kegiatan pemulihan dan penyelamatan harus terus dilakukan baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengeluarkan status kondisi terumbu karang Indonesia pada tahun 2017 yaitu hanya hanya 6,39% saja yang dalam kondisi sangat baik. Sebaran kondisi tutupan terumbu karang Indonesia untuk wilayah bagian barat dengan kondisi sangat baik sekitar 8,97%; bagian tengah 4,91% dan bagian timur sebesar 4,05% (Lipi. 2017).
- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Kategori: Aktivitas
- Dilihat: 1874
Pulau Lembeh terletak di Kota Bitung, Sulawesi Utara yang dapat diakses dari Manado dengan perjalanan darat selama 1,5 jam dan ditambah 30 menit penyebrangan dengan kapal. Terdapat tiga desa di Pulau Lembeh, yaitu Desa Pintu Kota, Desa Kareko, dan Desa Pasir Panjang. Desa Pintu Kota merupakan titik masuk Pulau Lembeh yang memiliki Kawasan mangrove yang dikelola oleh masyarakat. Desa Pasir Panjang memiliki keunikan berupa pantai dengan pasir yang berbentuk seperti kerikil. Sedangkan Desa Kareko terkenal dengan Terumbu karangnya. Kawasan Pulau Lembeh terkenal dengan Muck diving dan Macro photography yang sulit ditemui di tempat lain. Kawasan Sulawesi Utara dan sekitarnya merupakan daerah dengan kekayaan jenis karang tertinggi di dunia dan diduga merupakan pusat dari keanekaragaman hayati laut maksimum (maximum marine biodiversity). Oleh sebab itu, terumbu karang Pulau Lembeh juga menjadi salah satu favorit penyelaman di Indonesia. Terumbu Karang, seperti yg ada di Pulau Lembeh saat ini merupakan ekosistem yang paling terdampak perubahan iklim, baik pemanasan global maupun peningkatan keasaman air laut. Oleh sebab itu, masyarakat Pulau Lembeh yang bergantung pada Terumbu Karang menjadi rentan karena berpeluang kehilangan mata pencaharian dari pariwisata dan perikanan. Oleh sebab itu, Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI) akan berupaya meningkatkan kelentingan masyarakat Pulau Lembeh menghadapi bencana ekologis dan perubahan iklim.
- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Kategori: Aktivitas
- Dilihat: 2797
Halo Teman-Teman! 🙋🏻♀🙋🏻♂
Untuk memperingati Hari Terumbu Karang, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan & Pertanian DKI Jakarta bersama Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi) akan mengadakan kegiatan Coral Day 2018.
Bagi kalian yg berusia 17-20 tahun dan berdomisili di Jabodetabek, yuk ikut berpartisipasi melestarikan terumbu karang bersama kami, pada:
Tempat & Tanggal : Pulau Tidung, 30-31 Agustus 2018
Kegiatan:
🐋 Transplantasi Terumbu Karang
🐳 Snorkeling
🐠 Beach Clean Up
🐬 Edugames
🌳 Tanam Mangrove
Nah bagi kalian yg berminat silakan menulis essay sederhana bertemakan Terumbu Karang & Laut Kita. Jangan lupa isi data diri serta upload essay & CV kalian melalui link berikut ini: https://goo.gl/forms/sbb7W6nPVYpJNQ7B3 . Pendaftaran dibuka sampai tanggal 17 Agustus 2018.
Kegiatan ini FREE / gratis! Segera daftarkan diri & ajak teman-temanmu untuk mengikuti kegiatan Coral Day 2018.
Contact Person:
Syifa 08111022095
Cinde 08118699900 (Bagian Kelautan, DKPKP)
Nina 081319147496 (Bagian Kelautan, DKPKP)
- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Kategori: Aktivitas
- Dilihat: 4281
Yayasan TERANGI sebagai pemegang amanat untuk melaksanakan rehabilitasi terumbu karang di Kepulauan Seribu. Secara garis besar kegiatan rehabilitasi ekosistem terumbu karang yang diusulkan meliputi beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah (1) penentuan lokasi kegiatan, (2) pembuatan media rehabilitasi yang sesuai, (3) pemasangan media rehabilitasi, (4) perawatan dan evaluasi.
- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Kategori: Aktivitas
- Dilihat: 7154
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu daerah penghasil timah terbesar di dunia. Pemerintah Daerah Bangka Belitung, dengan kewenangan otonomi yang dimiliki mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2001 tentang pertambangan umum, membuka kesempatan bagi masyarakat Bangka mengeksploitasi timah ini secara bebas. Dampak kebijakan tersebut menyebabkan tambang inkonvensional semakin marak. Dampak kerusakan ekosistem akibat pertambangan timah Bangka Belitung berupa kolam-kolam bekas tambang, hilangnya keanekaragaman hayati, dan berkurangnya vegetasi. Setelah daratan penuh lubang tambang, maka terjadi pembukaan lahan tambang timah di daerah pesisir, dan lahan tambang telah merambah ke kawasan hutan mangrove dan hutan pantai. Hilangnya hutan mangrove dan hutan pantai berkontribusi secara tidak proporsional dengan emisi karbon, hilangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kerentanan penduduk pantai.
Karena itu konservasi ekosistem ini adalah kunci untuk melawan perubahan iklim. Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti Provinsi Bangka Belitung, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini karena, pertama, kapasitas adaptasi masyarakat di pulau-pulau kecil relatif lebih lemah akibat keterbatasan sarana prasarana pendukung, tingkat pendidikan serta jauh dari jangkauan layanan administrasi dan social. Kedua, proyeksi kenaikan paras muka air laut akan meningkatkan erosi pulau-pulau kecil, kehilangan lahan produktif yang relatif terbatas, meningkatkan resiko badai, dan instrusi air laut yang mengganggu suplai air bersih di pulau. Dampak perubahan iklim yang sudah terlihat dan diperkirakan akan makin sering terjadi di Indonesia adalah meningkatnya tingkat kekeringan, banjir, kebakaran, pemutihan karang, naiknya muka air laut, hingga cuaca ekstrim. Selain itu, terdapat pula ancaman bagi produksi perikanan, pariwisata, dan infrastruktur.
Di satu sisi, Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung telah menetapkan Pencadangan Kawasan Konservasi melalui SK Bupati Nomor 188.45/156.A/KEP/DKP/2014 yang meliputi Pulau Lengkuas, Pulau Peling, Pulau Pelma, Pulau Selema dan laut sekitarnya dengan luas ± 662.984 ha. Tujuan pencadangan tersebut adalah untuk mengelola kegiatan pariwisata, perikanan, dan aktivitas lainnya agar keberlanjutan sumberdaya dapat terjamin. Masyarakat yang terbiasa melakukan pemanfaatan di dalam kawasan tersebut perlu mengubah cara pemanfaatan menjadi ramah lingkungan. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam kawasan konservasi menjadi salah satu kunci sukses pengelolaan yang efektif.
Pemerintah Belitung juga menargetkan jumlah kunjungan mencapai 100 ribu orang per tahun. Tingginya jumlah kunjungan memerlukan pengelolaan pariwisata yang hati-hati agar kegiatan pariwisata menjadi berkelanjutan. Selain itu, diperlukan pula perbaikan lingkungan dan ekosistem baik sebagai daya tarik maupun untuk mendukung kegiatan wisata.
Oleh sebab itu, Yayasan TERANGI mengusulkan untuk mengembangkan Belitung mangrove park (BMP), yang merupakan strategi rehabilitasi hutan mangrove dengan memanfaatkan lahan bekas tambang di Desa Juru Sebrang, Kabupaten Belitung, dalam mengurangi dampak perubahan iklim kepada ekosistem dan masyarakat pesisir. BMP berbentuk taman wisata mangrove yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai destinasi ekowisata, pendidikan, sumber matapencaharian (pelaku wisata dan budidaya) dan sekuestrasi karbon di masa depan. BMP akan mendukung upaya konservasi di KKPD Belitung dan taman hutan raya. Survei dan pemetaan yang dilakukan pada awal penerapan BMP akan disetorkan pula kepada Badan Informasi Geospasial untuk mendukung pemetaan Mangrove Nasional.